Belajar Kesepian dari Jazz, Parfum, dan Insiden


Photo by John T on Unsplash



Sampailah aku pada halaman terakhir Jazz, Parfume, dan Insiden. Novel karya Seno Gumirah Ajidarma yang ku khatamkan kedua kalinya. Dan sama-sama ku khatamkan pada tengah malam menjelang pagi. Saat keheningan benar-benar melambai-lambai dan mata yang tak kunjung merasa ngantuk.

Ada yang bilang, bacalah dua kali, maka kau akan menemukan hal baru di dalamnya. Setidaknya kau akan menerimanya dengan perspektif baru.

Untuk statemen pertama, ku katakan, tidak. Aku tidak merasa mendapatkan sesuatu yang baru, meski sudah membacanya dua kali. Di buku ini aku kembali bertemu dengan tokoh 'Aku' tanpa nama. Lelaki penjelajah nan kesepian dengan segala liku duniawinya.


Photo by Dimas Ayuna 

Namun di statemen kedua, aku mengamininya. Dengan perspektif baru? Ya, aku membacanya dari perspektif penikmat jazz, yang membaca karyanya sembari mendengarkan instrumen dan lagu-lagu jazz zaman jauh sebelum kelahiranku.

Ajaib, aku justru terbawa ke masa yang benar-benar lampau. Dengan penyanyi jazz bersuara serak dan miskin melodi. Lagunya carut marut sedikit celometan di beberapa bagian. Namun terasa sangat otentik dan punya sentuhannya sendiri.

Sedangkan beberapa lembar sebelum halaman terakhir, aku dibawa ke sudut tempat dengan huru-hara, kekacauan yang mencekam.Pergolakan politik dan insiden beruntun di tempat antah berantah bernama Gidgid dan Hyegingid.

Belum lagi kisah cinta dan hubungan yang enggan dengan ikatan dalam cerita ini. Begitu juga berbagai macam jenis dan merk parfume beserta karakter pemakainya.

Membaca novel ini seperti membaca rangkaian kepingan puzzle yang tak kunjung terbentuk. Bahkan sampai di akhir cerita. Semuanya masih semu dan terasa menggantung. Entah dari sisi tokoh utama tanpa nama, atau pasangan berganti-gantinya, atau perempuan penyendiri. Di novel ini semua orang diharuskan sendiri.

Betapa novel yang mengantarkan pada banyak perpisahan dan kesepian. Entah identik atau apa, menurutku Seno Gumira Ajidarma adalah salah satu penulis Indonesia yang gemar menyeret-nyeret kesepian. Bahkan salah satu bukunya berjudul Aku Kesepian Sayang, Datanglah Menjelang Kematian.

Dan mungkin inilah saatnya kututup buku, mengucapkan salam perpisahan pada tokoh Aku, para perempuan dan parfumnya, para korban insiden, dan para penyanyi jazz bersuara serak yang menghibur.

Salam hormat untuk Papa Seno Gumira Ajidarma, karyamu selalu menarik untuk kubaca ulang.

Komentar

Postingan Populer