Tentang Teman Lama
Photo by Rafki Altoberi via Unsplash
Salah seorang teman terdekatku, dia seorang otaku (pecinta anime Jepang) yang dulu menyeretku menyukai hal serupa.
Suatu hari ia pernah mengatakan, "Lebih baik sendiri, daripada bersama orang yang salah." Aku tahu, kalimat itu ia kutip dari apa yang pernah dikatakan Lawliet, tokoh utama series Death Note. Aku tahu, karena ialah yang menyeretku ke dunianya.
Apakah ia seorang penggemar kesendirian?
Sebelumnya, maksudku selama aku mengenalnya memang ia tipikal penyendiri. Tidak terlalu banyak bicara, dan temannya pun tidak banyak. "Aku ini, lonely. I'm mr lonely," ucapnya sambil melantunkan lagu Bobby Vinton, Mr. Lonely dengan lanjutan "Lonely, i'm mr lonely. I have nobody to call my own."
Sepertinya ia bukan penyuka kesendirian, apalagi kesepian. Katanya manusia saling membutuhkan bahkan untuk saling kehadiran atau bahkan nama, atau mungkin teman. Apa ada yang kau sembunyikan, sahabatku?
Tapi jika dikaitkan, dari luar memang lakumu baik-baik saja. Kau tetap sebagai seorang yang hemat bertutur. Namun jika sudah bercerita, berlembar-lembar halaman akan kau gunakan untuk menulis atau mengungkapkannya.
Atau dalam suatu pembicaraan dingin yang riuh dengan ceritamu. Barangkali keadaan seperti itu hanya dapat ku jumpai setahun sekali, atau 3 bulan sekali.
Pernah beberapa kali ia mengirimiku beberapa penggal lirik lagu melalui pesan singkat. Sepertimya ia mengetiknya satu persatu karena di beberapa bagian aku masih menjumpai salah ketik.
"If you leave me tonight, i'll wake up alone. Dont tell me i'll make it on my own. Dont leave me tonight, this heart of stone will sing till it dies.
If you leave me tonight"
Aku tidak paham penggalan antah berantah mana lagi yang ia kutip. "Are you okay?" balasku.
"Tak apa, itu lagu dari Secondhand Serenade, Stay Close dont go," jawabmu.
Kemudian mengutip lirik lagu lainnya kau menulis "Music is the home for the pain." belakangan ku tahu itu adalah salah satu lagu The Script berjudul If You Could See Me Now.
Semuanya semakin tak jelas, dirimu semakin identik dengan kata kelam dan sepi. Dan pengharapan yang aku juga tak tahu tentang apa. Lama tanpa kabar dan transaksi kisah.
Photo by Alexander Lam via Unsplash
Hingga pada akhirnya aku menemuimu di dalam mimpi. Kau berpamit. Kau berdiri di kejauhan, menatapku. Sekeliling kita berkabut, berlatar abu-abu. Aku masih tak yakin itu dirimu atau orang lain. Tapi beberapa detik kemudian aku yakin itu matamu. Kabut semakin tebal, menelanmu. Hingga tak terlihat lagi.
Dan ajaibnya, di luar dunia mimpiku, kau benar-benar hilang. Berpamit melalui mimpi. Sampai detik ini.
Komentar
Posting Komentar